Fairy

Peri adalah istilah yang sering digunakan pada cerita rakyat, dongeng, fiksi untuk menggambarkan mahluk yang memiliki kekuatan gaib yang kadang kala turut campur dalam urusan-urusan manusia. Di Indonesia istilah peri sering digunakan dalam penerjemahan tokoh yang menggambarkan elf atau fairy (istilah dalam bahasa Inggris) dalam cerita fiksi maupun dongeng-dongeng dari Eropa. Pada kisah fiksi modern karakter Peri sering dipinjam dari versi aslinya dan digunakan dalam kisah fiksi fantasi masa kini dengan berbagai variasi penggambaran tergantung oleh penulis atau penciptanya.

Kata peri berasal dari bahasa Persia: پری Pari, yaitu malaikat yang jatuh.

Dalam bahasa Inggris awalnya nama fairy berasal dari kata elvish sejak sebelum tahun 1000 M yang berarti bangsa peri. Dalam cerita-cerita rakyat mahluk gaib ini adalah ras yang sakti. Menurut akar kata Indo-Eropa kemungkinan namanya berasal dari albiz yang walaupun asal-usulnya tidak diketahui, merupakan kata turunan dari albho yang berarti "putih". Kata-kata inipun menjadi populer di antara orang kulit putih sehingga kini, di zaman modern, masih bisa ditemui keberadaannya sebagai nama panggilan dan nama keluarga seperti Ælfræd "Penasehat-peri" (Alfred), Ælfwine "Teman-peri" (Alvin), Ælfric "Pemerintah peri" (Eldridge), dan juga nama-nama wanita seperti Ælfflæd "kecantikan-peri" . Nama peri juga dikaitkan dengan rambut yang saling terkait yang dipercaya membawa ketidak-beruntungan apabila kaitan tersebut dilepaskan .

Penggambaran Peri

Wujud dan penampakan

Peri sering diceritakan memiliki bentuk mirip dengan manusia, seringkali juga dipercaya merupakan perupaan roh atau jin yang menjelma sebagai perempuan cantik yang senang mengganggu. Di Eropa (Inggris) sekitar tahun 1592 oleh Shakespeare peri digambarkan sebagai siluman (sprite) atau menjelma sebagai wanita cantik bersayap (fairy), di negara-negara Skandinavia dan menurut cerita-cerita kuno dari Eropa Utara penamaan peri juga diberikan pada mahluk-mahluk halus yang digambarkan sebagai mahluk metafisik, gaib atau jelmaan dari alam.

Peri juga sering diidentifikasikan sebagai mahluk-mahluk mitologis. Dalam penggambarannya cerita-cerita rakyat yang menggunakan istilah "peri" seringkali berbeda definisi tentang apa itu peri, di satu pihak nama ini seringkali dihubungkan dengan mahluk gaib seperti siluman namun pada kali lain peri digambarkan sebagai mahluk yang lebih nyata.

Wujud dan penampakan peri ini bermacam-macam, kali waktu digambarkan bahwa mereka memiliki tinggi seperti rata-rata manusia biasa dan kali lain digambarkan bahwa mereka ini berupa mahluk-mahluk kecil. Di Eropa peri dalam wujud "besar" dipercaya telah "dibicarakan" sejak sebelum tahun 1000 M, sedangkan wujud "kecil"nya mengikuti kemudian dengan membentuk rupanya sendiri berupa mahluk kecil baik yang bersayap maupun tidak, dan dipercaya muncul pada sekitar tahun 1250 - 1300M sebagai istilah turunan (dari bahasa Swedia alf, elfva) yang kemudian diterjemahkan sebagai fairy (Inggris) yang berarti mahluk yang menyerupai manusia kecil. Kadang peri digambarkan memiliki telinga panjang dan lancip, dan memiliki rambut yang panjang. Peri juga seringkali digambarkan dapat berubah wujud, atau mengambil wujud wanita cantik yang tiba-tiba bisa menghilang.

Peri baik dan peri jahat

Peri dapat digambarkan sebagai baik (membantu manusia) atau jahat. Dalam kisah dongeng dan cerita cinta peri digambarkan sering muncul sebagai mahluk penolong, mungkin cerita yang paling terkenal dalam penggambaran peri adalah cerita Cinderella yang pada saat kesulitan dibantu oleh ibu peri, ada juga cerita ikan mas dari Jawa Barat yang tengah membantu anak baik hati yang sedang kesulitan, peri dapat mengambil perwujudan binatang seperti lutung saat menampakan diri pada Putri Purbasari. Peri lain yang digambarkan baik hati adalah peri rumah yang tinggal bersama manusia. Dalam kisah "Tukang Sepatu dan Peri-Peri Kecil", kehidupan keluarga tukang sepatu terangkat karena dibantu pengerjaan sepatunya oleh peri-peri kecil yang keluar pada malam hari dan membuat sepatu. Pada kisah lain di Devon, seluruh desa dapat bermalas-malasan karena pekerjaan penjahit, tukang roti, hingga pembuat anggur dikerjakan oleh peri-peri kecil ini. Namun tidak semua peri rumah digambarkan keluar pada malam hari, ada juga peri rumah yang keluar pada siang hari. Dalam salah satu kisah anak-anak dunia Childcraft, penulis Swedia menggambarkan peri rumah kecil yang keluar dari pintu kecilnya dan dengan kekuatan gaibnya mengecilkan tubuh anak penghuni rumah, yang kesepian karena ditinggal orang tuanya bekerja, untuk ikut bermain bersamanya.

Sementara peri jahat digambarkan sebagai penyebab tersesatnya seseorang dalam perjalanannya. Peri juga seringkali digambarkan sebagai nakal (jahil dan iseng), entah kenakalan yang membawa kebaikan ataupun keburukan. Di Eropa anak kecil yang nakal dan sulit dikendalikan seringkali digambarkan sebagai "persis seperti peri kecil". Pada cerita dongeng Peter Pan peri kecilnya Tinkerbell digambarkan sebagai tokoh yang baik kepada Peter Pan dan jahat kepada Wendy karena cemburu.

Tempat tinggal

Penggambaran asal-usul peri seringkali dihubungkan dengan sejenis/ kelas mahluk gaib seperti siluman, yang seringkali berasal dari daerah-daerah pegunungan. Namun dalam perkembangannya peri digambarkan sebagai mahluk kecil yang dapat tidur diatas bunga, tinggal di hutan dan menjaga pohon-pohon sehingga disebut peri hutan, ataupun tinggal di dalam rumah bersama dengan manusia seperti tokoh peri rumah yang digambarkan dalam kisah Harry Potter.

sumber : wikipedia

Read more

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • Twitter
  • RSS

Siren

Dalam mitologi Yunani, Siren atau ‘’’Seirenes’’’ (bahasa Yunani: Σειρνας) adalah makhluk legendaris, termasuk kaum Naiad (salah satu kaum nimfa yang hidup di air) yang hidup di lautan. Mereka tinggal di sebuah pulau yang bernama Sirenum Scopuli, atau menurut beberapa tradisi berbeda mereka tinggal di tanjung Pelorum, pulau Anthemusa, pulau Sirenusian dekat Paistum, atau di Capreae, yang mana semuanya adalah tempat-tempat yang dikelilingi oleh batu karang dan tebing. Mereka menyanyikan lagu-lagu memikat hati yang membuat para pelayar yang mendengarnya menjadi terbuai sehingga kapal mereka menabrak karang dan tenggelam.

Mereka adalah para putri Akhelous (dengan Terpsikhore, Melpomene, atau Sterope) atau Porkhis. Menurut sumber, seperti Hmeros, jumlah mereka berkisar antara dua atau lima. Beberapa sumber dikumpulkan sehingga jumlah mereka ada sembilan. Nama-nama individual mereka adalah:

  • Aglaofonos atau Aglaope
  • Leukosia
  • Ligeia
  • Molpe
  • Parthenope
  • Pisinoe atau Peisinoë
  • Raidne
  • Teles
  • Thelksiepiea atau Thelksiope atau Thelksinoe

Menurut beberapa versi, mereka adalah teman bermain Persefone semasa kecil.


Kemunculan

Di Yunani pada mulanya Siren dilukiskan sebagai burung berkepala besar dengan kaki bersisik, kadang-kadang sebagai bayangan hantu seekor singa. Kemudian, mereka dilukiskan sebagai sosok wanita berkaki burung, dengan atau tanpa sayap, memainkan alat musik, khususnya Harpa. “Suda”, Ensiklopedia abad ke-10, menerangkan bahwa wujud Siren dari dada ke atas menyerupai Burung Gereja, sedangkan badan bagian bawah adalah wanita, atau kadang-kadang, mereka dilukiskan sebagai burung kecil berwajah wanita. Wujud burung dipilih karena kelebihan mereka, yakni suaranya merdu. Kemudian, pada masa-masa berikutnya Siren juga kadang-kadang dilukiskan sebagai wanita cantik, atau bahkan sebagai puteri duyung. Dalam beberapa bahasa (seperti Spanyol, Perancis, Italia, Polandia, atau Portugis) kata yang digunakan untuk merujuk pada puteri duyung adalah “Siren”, “Sirena”, “Syrena”, atau “Sereia” yang membingungkan penerjemahan antara “putri duyung” atau “Siren” (mitologi). Dalam bahasa Inggris, “Siren” tidak selamanya berarti “putri duyung”.


Pertemuan dengan Siren

Kisah pertemuan dengan para Siren diceritakan dalam kisah Odisseia. Suatu ketika, saat Odisseus harus melewati pantai berkarang yang dihuni oleh para Siren, ia menyuruh semu awak kapalnya untuk menyumbat telinga mereka dengan lilin agar tidak mendengar suara para Siren yang menghanyutkan hati. Ia sendiri ingin agar dirinya diikat pada tiang dengan tidak menyumbat telinga karena penasaran seperti apa nyanyian para Siren tersebut. Ketika ia mendengar suara merdu para Siren, ia memberontak dan menyuruh awak kapalnya agar melepaskan tali yang mengikat dirinya di tiang kapal. Para awak kapalnya menolak. Ketika kapal mereka sudah jauh dari Siren, Odisseus berhenti memberontak dan menjadi tenang, setelah itu dibebaskan.

Kisah pertemuan dengan para Siren juga diceritakan dalam petualangan Iason, Argonautika. Kheiron memperingatkan Iason bahwa Orfeus kelak akan sangat berguna dalam perjalanannya. Ketika Iason dan kapalnya melewati pantai berkarang yang menjadi habitat para Siren, Orfeus mendengar suara mereka yang merdu. Lalu ia memainkan harpa dengan nyanyian yang lebih merdu daripada nyanyian para Siren. Karena merasa kalah, para Siren menceburkan diri ke laut.

sumber : wikipedia
Read more

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • Twitter
  • RSS

Centaur

Dalam mitologi Yunani, kentaur (dari bahasa Yunani: Κένταυρος, "Kéntauros") atau Hippokentaur adalah makhluk yang berwujud setengah manusia setengah kuda. Dalam lukisan vas Attika dan Boiotia awal, kentaur digambarkan berupa bagian belakang kuda yang menyatu dengan tubuh manusia yang utuh.
Sementara dalam perkembangan selanjutnya, penggambaran kentaur adalah bagian tubuh manusia (dari kepala sampai pinggang) yanng menyatu dengan gumba kuda.

Komposisi setengah-manusia dan setengah-hewan ini telah membuat banyak penulis menganggap kentaur sebagai makhluk liminal, berada di antara dua sifat, diceritakan dalam mitos yang berlawanan, baik sebagai perwujudan dari alam liar, seperti ketika para kentaur berperang dengan suku Lapith, atau sebaliknya sebagai guru, contohnya Kheiron.

Kentaur biasanya disebut terlahir dari hubungan Iksion dan Nefele (dewi awan yang dibuat sesuai wujud Hera). Versi lainnya adalah bahwa ras kentaur merupakan keturunan Kentauros, yang berhubungan seksual dengan kuda-kuda betina di Magnesia. Kentauros sendiri kemungkinan adalah putra Iksion dan Nefele atau putra Apollo dan Stilbe, putri dewa sungai Peneus.

Dalam versi yang kedua, Kentauros memiliki saudara bernama Lapithos, leluhur suku Lapith. Dengan demikian, ras kentaur dan suku Lapith, yang bermusuhan, masih merupakan saudara.

Kentaur dikatakan menghuni daerah Magnesia dan Gunung Pelion di Thessalia, hutan ek Foloi di Elis, dan semenanjung Maleia di Lakonia selatan.

Kentaur muncul secara individual atau berkelompok dalam kisah-kisah Yunani kuno, seperti pada kisah penculikan Deianeira oleh Nessos dan kisah perkawinan Pirithous. Kentaur individual yang terkenal adalah Nessos, Kheiron, Folos, Eurition. Banyak kentaur yang muncul dalam kisah Herakles.

Asal Usul

Teori paling umum mengenai asal usul legenda kentaur adalah bahwa legenda tersebut muncul atas reaksi dari bangsa yang bukan penunggang kuda, seperti dunia Aigea Minoa, terhadap kaum nomad yang menunggang kuda.

Teori ini menyatakan bahwa para penunggang kuda pada awalnya dilihat sebagai makhluk setengah manusia setengah kuda. Bernal Díaz del Castillo melaporkan bahwa salah tafsir semacam ini pernah terjadi ketika bangsa Aztek pertama kali melihat para penunggang kuda Spanyol. Budaya penjinakkan kuda sendiri dimulai pertama kali di padang stepa selatan di Asia Tengah, kemungkinan di Kazakhstan modern.

Suku Lapith di Thessalia, yang masih merupakan sanak famili kentaur, digambarkan oleh para penulis Yunani kuno sebagai penemu kebudayaan menunggang kuda. Suku-suku di Thessalia juga mengklaim bahwa kuda-kuda mereka merupakan keturunan dari para kentaur.

Dari berbagai penulis Yunani klasik yang menyebutkan tentang kentaur, Pindaros adalah yang pertama kali menggambarkan suatu monster campuran.

Para penulis sebelumnya (Homeros) hanya menggunakan kata-kata semacam pheres (bandingkan dengan theres, "hewan buas") yang juga bisa bermakna "orang biadab yang menunggangi kuda". Namun penggambaran kentaur hibrida dari masa yang sama dapat ditemukan dalam seni Yunani arkais.

Lucretius dalam sajak filsafatnya De rerum natura (abad pertama SM) menolak keberadaan kentaur berdasarkan tingkat pertumbuhan mereka yang berbeda. Dia menyatakan bahwa pada usia tiga tahun, kuda ada pada masa utama hidup mereka sedangkan manusia berusia tiga tahun tidak lebih dari bayi mungil, sehingga tidak mungkin ada makhluk campuran manusia dan kuda.

Robert Graves (mengandalkan karya Georges Dumezil yang berpendapat bahwa legenda kentaur berasal dari bidadara India) berspkelusasi bahwa kentaur hanya samar-samar diingat, dan kemungkinan berasal dari kultus persaudaraan bumi pra-Hellen yang menggunakan totem kuda.

Teori serupa juga terdapat dalam The Bull from the Sea karya Mary Renault. Kinnara, makhluk berwujud setengah burung setengah manusia dari mitologi India, muncul dalam berbagai naskah kuno, seni dan juga patung serta relief di seluruh India. Makhluk tersebut digambarkan sebagai seekor burung dengan torso manusia di tempat kepala burung seharusnya berada, sehingga mirip dengan kentaur Yunani.

sumber : wikipedia
Read more

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • Twitter
  • RSS